Etika bisnis pada pasar oligopoli
Pasar
oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang
dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari
dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan
memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan
pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari
tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan,
pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan
tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka. Praktek oligopoli
umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan
perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga
perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk
menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga
jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku
usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar
oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive
yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri
kertas. Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke
dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli
terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang
bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang
mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan
yang mengatur mengenai kartel.
Dalam pasar oligopoli biasanya terdapat persaingan-persaingan tidak
sehat yang saling menjatuhkan antar produsen hanya untuk mendapatkan
konsumen sebanyak-banyaknya tanpa melihat etika berbisnis satu sama
lain. Hal tersebut sangat disayangkan karena bila produsen hanya
terfokus pada pesaingnya. Maka pelayanan kepada konsumen akan berkurang
seiring penetapan kebijakan perusahaan mengenai keunggulan produk tanpa
diikuti dengan kualitasnya. Jadi, banyak perusahaan yang mempromosikan
proderuknya secara gencar tanpa ada perbaikan mutu sehingga
ujung-ujungnya akan merugikan konsumen tersebut
Contoh
kasusnya adalah persaingan antar perusahaan telekomunikasi seluler yang
tidak mempunyai etika dalam mempromosikan produknya. Baik di media
cetak maupun elektronik. Mereka secara tidak langsung menyindir
pesaingnya dengan iming-iming tarif telepon yang lebih murah, padahal
harga murah belum tentu kualitasnya juga bagus karena banyak perusahaan
telekomunikasi seluler yang mempromosikan tarif murah namun kualitasnya
juga murahan. Misalnya tarif telepon gratis dari pukul 00.00 - 08.00,
kenyataannya memang gratis namun tiap 10 menit akan putus dengan
sendirinya dan untuk menelpon kembali akan sulit menyambung. Adapun operator
yang menetapkan tarif murah namun jaringannya elek atau ada juga yang
mengiming-imingi bonus tapi pada kenyataannya terdapat syarat dan
ketentuan yang susah. Itulah contoh dari ketidakmampuan perusahaan
telekomunikasi seluler dalam menghadapi pasar persaingan oligopoli.
Mereka lebih cenderung berorientasi pada laba tanpa melihat etika dalam
berbisnis yang baik.
Perilaku Oligopoli
Perilaku oligopoli tidak dapat digambarkan secara menyeluruh dan umum, tetapi merupakan teori-teori khusus yang menggambarkan perilaku untuk mencapai tujuannya (kinerja industri). Kesulitan pertama karena adanya indeterminate, yakni tidak ada titik keseimbangan yang deterministik. Beberapa teori yang diuraikan tadi adalah sekadar ilustrasi bagaimana berbagai teori itu disusun dan dirumuskan dengan asumsi-asumsinya masing-masing. Setiap pengritik, akan melihat bahwa kelemahan-kelemahan teori itu terletak pada asumsi-asumsinya. Para ahli organisasi industri bertolak dari struktur telah mencoba melakukan kajian tentang perilaku industri oligopoli yang kolusif, yakni model pimpinan harga. Hal ini pun masih dibagi lagi atas tiga tipe, yakni tipe yang mempunyai biaya rendah, perusahaan yang dominan, dan barometrik. Teori ini menganggap bahwa perusahaan yang berskala besar mengetahui seluruh biaya perusahaan dan permintaan pasar.
Perilaku oligopoli tidak dapat digambarkan secara menyeluruh dan umum, tetapi merupakan teori-teori khusus yang menggambarkan perilaku untuk mencapai tujuannya (kinerja industri). Kesulitan pertama karena adanya indeterminate, yakni tidak ada titik keseimbangan yang deterministik. Beberapa teori yang diuraikan tadi adalah sekadar ilustrasi bagaimana berbagai teori itu disusun dan dirumuskan dengan asumsi-asumsinya masing-masing. Setiap pengritik, akan melihat bahwa kelemahan-kelemahan teori itu terletak pada asumsi-asumsinya. Para ahli organisasi industri bertolak dari struktur telah mencoba melakukan kajian tentang perilaku industri oligopoli yang kolusif, yakni model pimpinan harga. Hal ini pun masih dibagi lagi atas tiga tipe, yakni tipe yang mempunyai biaya rendah, perusahaan yang dominan, dan barometrik. Teori ini menganggap bahwa perusahaan yang berskala besar mengetahui seluruh biaya perusahaan dan permintaan pasar.
Semakin
rendah tingkat harga semakin besar bagian kebutuhan pasar yang dapat
dipasok oleh perusahaan yang berskala besar. Selanjutnya, Bain telah
menyusun teori harga-batas, yakni suatu industri akan melakukan
rintangan masuk melalui permainan tingkat harga. Jika harga diturunkan,
produksi meningkat dan pendatang baru akan tidak jadi masuk industri,
tetapi pada suatu waktu industri ini dapat mengurangi produksi dan
memperoleh laba abnormal dan hail ini menarik untuk entry. Kalau akan
ada entry, mereka gunakan entry-gap. Teori-teori marjinal mendapat
kritik, terutama dari Hall dan Hitch. Atas penelitian yang dilakukannya
maka perusahaan tidak menggunakan analisis biaya marjinal dan hasil
marjinal, tetapi menentukan biaya rata-rata. Dengan biaya rata-rata ini
berkembang pula teori mark-up, yakni biaya variabel rata-rata ditambah
dengan persentase tertentu untuk keuntungan. Keuntungan ini dapat
bersifat bruto maupun neto.
Teori
biaya rata-rata disebut juga full-cost price. Sylos-Labini menyusun
teori perilaku oligopoli yang juga kolusif dengan asumsi utama teknologi
produksi tidak bersambung. Oleh karena itu, skala perusahaan terbagi
atas skala kecil, sedang dan besar. Sylos juga menggunakan. entry-gap
dari Bain, tetapi dengan menentukan, pada jumlah produksi. Dalam model
ini harga ditentukan oleh perusahaan yang berskala besar dan mempunyai
biaya rata-rata terendah. Harga ini dapat diterima oleh semua
perusahaan, dalam industri, oleh karena diandaikan, perusahaan besar
tadi mengetahui seluruh struktur yang biaya yang terjadi dalam industri
dan mengetahui pula permintaan pasar. Entry dapat terjadi dengan bebas
bagi perusahaan yang berskala kecil. Sebenarnya, tingkat harga masih
dapat lebih rendah daripada harga minimum yang dapat diterima bersama,
tetapi kalau lebih rendah dari itu, hanya perusahaan yang besar dan
sedang saja yang dapat beroperasi, sedangkan yang berskala kecil akan
keluar (exit). Perusahaan-perusahaan yang besar ini kuatir juga kalau
yang kecil-kecil exit, oleh karena pemerintah tetap melindunginya.
REFERENSI :
http://www.jevuska.com/topic/etika+bisnis+pada+pasar+oligopoli.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Oligopoli
http://www.m2pc.web.id/2010/07/pengertian-struktur-pasar-oligopoli.html
http://www.jevuska.com/topic/etika+bisnis+pada+pasar+oligopoli.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Oligopoli
http://www.m2pc.web.id/2010/07/pengertian-struktur-pasar-oligopoli.html
Komentar